Senin, 03 Mei 2010

Kondisi Umum Daerah Perbatasan Negara Indonesia

Kondisi umum daerah perbatasan dapat dilihat dari aspek Astagatra yaitu :

a. Geografi.
Kondisi geografi perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia, PNG dan Timor Lorosae umumnya merupakan pegunungan, berbukit dan bergelombang dengan ditutupi hutan tropis yang lebat yang dilalui beberapa sungai dan anak sungai, sehingga akses ke wilayah lainnya relatif masih tertutup. Sedangkan kondisi perbatasan laut RI dengan 10 negara tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, PNG, Australia dan Timor Lorosae) yang sebagian besar berada di jalur perdagangan dunia dan perairan lautan dalam dan banyak yang belum terselesaikan batas-batas lautnya.

b. Demografi.
Kawasan perbatasan yang luas dengan jumlah penduduk yang relatif kecil dan persebaran tidak merata menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan masyarakat sulit dilakukan. Tingkat kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan relatif tertinggal (miskin). Umumnya mereka hidup hanya mengandalkan hasil-hasil dari alam, mata pencarian penduduk setempat umumnya adalah petani ladang berpindah dan penebang kayu.

c. SKA.
Potensi SKA di daerah perbatasan sangat besar meliputi hasil hutan, tambang migas, batubara, ikan dan kekayaan laut lainnya, namun belum dikelola secara optimal. Disisi lain sistem pengamanan daerah perbatasan yang tidak memadai menyebabkan terjadinya pencurian dan penjarahan SKA.

d. Ideologi.
Kurangnya pembinaan terhadap masyarakat dan akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila yang terus-menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.

e. Politik.
Tatanan politik di daerah perbatasan relatif belum berkembang dan cenderung diwarnai dengan isu-isu primordialisme, dikotomi sipil-TNI, dropping pejabat dan pertentangan antara kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan pemerintah dalam membangun kawasan perbatasan bersifat sektoral dan seringkali tidak menyentuh lapisan masyarakat di pedalaman. Penyaluran aspirasi masyarakat di daerah perbatasan belum berlangsung seperti yang diharapkan, terbukti belum adanya struktur pemerintahan di kampung-kampung di perbatasan belum ada dan kunjungan pejabat ke pedalaman daerah perbatasan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah sangat jarang dilakukan.

f. Ekonomi.
Kehidupan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan pada umumnya masih jauh tertinggal dari perekono-mian negara tetangga, hal ini disebabkan antara lain :
1) Lokasinya relatif terisolir dengan tingkat aksesibilitas rendah.
2) Rendahnya taraf sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).
3) Langkanya informasi pemerintah tentang ekonomi dan pem-bangunan bagi masyarakat di daerah perbatasan (blank spot).

Masyarakat yang berdomisili di sepanjang perbatasan lebih ber-interaksi dan berorientasi kepada desa terdekat negara tetangga.. Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme.

g. Sosial Budaya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah berbagai bidang kehidupan dan pemerintahan ke arah yang dicita-citakan. Akibat kemajuan tersebut, globalisasi telah melanda dunia, sehingga seluruh tatanan kehidupan yang ada mengalami perubahan-perubahan. Dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi dan komunikasi terutama internet, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat di perbatasan. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi disebabkan karena :
1) Faktor eksternal yaitu :
a) Masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan lebih besar.
b) Kehidupan ekonominya masyarakat daerah perbatasan masih sangat tergantung dengan negara tetangga.

2) Faktor internal yaitu :
a) Secara umum tingkat pen-didikan masyarakat daerah perbatasan relatif rendah (rata-rata tamat SD atau SMP), dengan tingkat kesehatan yang relatif masih rendah.
b) Masyarakat lokal di sepanjang daerah perbatasan, khususnya yang tinggal di pedalaman belum mengetahui bagaimana pola hidup sehat.
c) Masyarakat daerah perbatasan lebih menggantungkan hidup-nya dari alam, kebanyakan dari mereka merupakan petani ladang berpindah.
d) Kerukunan antar etnis di daerah perbatasan belum seperti yang diharapkan. Hal ini tergambar dari adanya beberapa kerusuhan antar etnis yang terjadi di beberapa daerah sekitar perbatasan.
e) Masyarakat setempat masih kurang dapat menerima kehadiran masyarakat pendatang dan para pendatang kurang berbaur dengan penduduk lokal.
f) Penegakan hukum di daerah perbatasan kurang memadai antara lain disebabkan kurangnya pos-pos pengawasan di sepanjang perbatasan, frekwensi pelanggaran hukum masih tinggi.

h. Pertahanan dan Keamanan. Kondisi kekuatan TNI dan Polri di daerah perbatasan saat ini masih kurang memadai, mengingat panjangnya garis perbatasan dan luasnya teritorial kita dengan beberapa negara baik di darat maupun laut yang harus diamankan. Belum lagi keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh TNI dan Polri, seperti kendaraan operasional, pos-pos pengamanan perbatasan untuk mendukung tugas pengamanan daerah perbatasan. Keterbatasan sarana jalan raya sepanjang daerah perbatasan dan kondisi medan semakin mempersulit tugas TNI dan Polri untuk melaksanakan patroli perbatasan.

PEMBENAHAN DAN PENDAYAGUNAAN WILAYAH PERBATASAN DARAT DI PAPUA

Secara geostrategis Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara baik perbatasan laut (perairan), udara maupun darat. 10 negara yang berbatasan laut (perairan) dan udara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Philipina, Palau, Papua New Guinea (PNG), Australia, dan Timor Leste, sedangkan negara yang memiliki perbatasan lengkap (laut, udara dan darat) adalah Malaysia, Timor Leste dan PNG.

Perbatasan darat RI – PNG yang letaknya paling Timur berada di Provinsi Papua. Daerah perbatasan darat RI-PNG di provinsi Papua memiliki panjang perbatasan +770 km yang membentang dari Utara ke Selatan mulai dari Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke. Daerah perbatasan darat Papua merupakan salah satu daerah perbatasan yang sangat strategis karena daerah tersebut dapat dijadikan barometer bagi stabilitas keamanan dan sosial ekonomi seluruh warga negara. Karena lokasi daerah perbatasan tersebut, merupakan daerah perbatasan darat paling jauh dan letaknya paling timur, maka daerah perbatasan Papua disebut sebagai ”pintu gerbang matahari terbit” (untuk kehidupan bangsa Indonesia). Permasalahan tentang penetapan tapal batas antara RI-PNG di Provinsi Papua telah selesai namun Joint Map yang dibuat belum sepenuhnya selesai hanya tinggal beberapa lembar lagi.

Walaupun daerah perbatasan RI-PNG di Provinsi Papua kaya akan sumber daya alamnya namun daerah tersebut memiliki berbagai permasalahan antara lain kualitas sumber daya manusianya masih rendah, daerahnya masih tertinggal, terisolir bahkan sangat kumuh, dan penyebaran penduduknya tidak merata, bahkan terdapat 3000 orang warga PNG di daerah Wara Smol Kabupaten Pegunungan Bintang yang sampai saat ini belum tuntas penyelesaian statusnya. Selain permasalahan demografi, permasalahan lain yang terjadi di wilayah perbatasan darat Papua adalah daerahnya rawan terhadap bencana alam, mudah berkembangnya wabah penyakit, sering terjadi konflik antar suku, bahkan dirasakan sangat rawan akan terjadi disintegrasi bangsa.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, Departamen Pertahanan (Dephan) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertahanan (Balitbang Dephan) melaksanakan kajian tentang Pembenahan dan Pendayagunaan Wilayah Perbatasan Darat di Papua, guna mendukung program pembangunan daerah perbatasan sesuai yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 dalam rangka menjaga keutuhan wilayah kedaulatan NKRI melalui penetapan hak dan kedaulatan yang dijamin oleh hukum Internasional serta meningkatkan masyarakat daerah perbatasan dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografi yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Provinsi Papua yang dianggap sebagai provinsi matahari terbit, perlu ada suatu gagasan atau pemikiran yang strategis untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut secara aman, damai dan sejahtera, karena hasil analisis dari penelitian melalui pendekatan-pendekatan kemanusiaan diperoleh data sebagai berikut :

a. Pendekatan secara psikologi, bahwa melakukan pembangunan di derah perbatasan darat Papua dibutuhkan pendekatan secara psikologi karena kesadaran akan nasib sesama sekaligus kewajiban mutlak terhadap saudara sebangsa, yang tentunya merekapun menganggap bukan orang lain.

b. Melihat dan mengikuti serta merasakan apa yang menjadi masalah di daerah perbatasan darat Papua, mereka juga mau menjelaskan dan memberi informasi yang tepat agar semua permasalahan dapat terselesaikan secara aman dan transparan.

c. Dari hasil pendekatan studi kepustakaan, kunjungan, observasi dan wawancara dengan penduduk lokal serta aparat menghasilkan kurang lebih ada terobosan membuka keterbelakangan (transportasi, komunikasi, kesejahteraan masyarakat (socio culture) serta pertahanan dan keamanan) melalui pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat secara komprehensif integral.

Jika pendekatan-pendekatan tersebut ditinjau dari Aspek Asta Gatra maka hasil ideal yang didapatkan adalah sebagai berikut :

a. Geografi.

1) Tersedianya sarana dan prasarana jalan Trans Papua dari Kota Jayapura sampai Kabupaten Merauke untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan.

2) Garis batas yang jelas dan telah diakui oleh negara-negara didunia internasional sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

3) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memadai.

b. Demografi.

1) Kualitas sumberdaya manusia meningkat yang ditandai dengan keberhasilan program-program pendidikan, serta semakin baiknya kesehatan masyarakat.

2) Persebaran penduduk yang merata di daerah perbatasan.

3) Tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi

4) Terciptanya persatuan dan kesatuan yang kuat antara penduduk lokal dengan pendatang.

c. Sumber Kekayaan Alam (SKA).

1) Terciptanya sistem pengelolaan sumber kekayaan alam yang baik untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat di daerah perbatasan.

2) Terciptanya kemampuan penguasaan teknologi untuk mengelola sumber kekayaan alam dan pelestariannya.

d. Ideologi.

1) Mampu mengimplementasikan pemahaman ideologi Pancasila kedalam kehidupan sehari-hari.

2) Tingginya rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan pada masyarakat di perbatasan.

e. Politik.

1) Adanya keseriusan dan prioritas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menangani permasalahan di perbatasan.

2) Tersedianya perjanjian-perjajian secara lengkap mengenai perbatasan dengan PNG.

f. Ekonomi.

1) Meningkatnya pendapatan masyarakat di daerah perbatasan

2) Tersedianya tempat-tempat untuk memasarkan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan untuk mengembangkan perekonomian rakyat.

3) Mampu memanfaatkan sumber kekayaan alam untuk meningkatkan kesejahteraan dengan sebaik-baiknya.

g. Sosial Budaya.

1) Terwujudnya rasa kebersamaan dan saling membutuhkan antara penduduk lokal dengan pendatang untuk mengatasi segala perbedaan-perbedaan.

2) Terwujudnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi pengaruh-pengaruh asing atau perubahan-perubahan yang terjadi.

h. Pertahanan dan Keamanan.

1) Terselenggaranya kekuatan pertahanan dan keamanan untuk menjaga wilayah kedaulatan NKRI.

2) Meningkatnya kesadaran bela negara masyarakat di daerah perbatasan.

3) Terwujudnya keinginan akan kebutuhan aparat pertahanan dan keamanan di perbatasan.

Dari hasil analisis tersebut di atas perlu adanya kebijakan yang tepat dalam pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan darat di Papua, yaitu ”Terwujudnya pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan Darat di Papua secara komprehensif integral melalui peningkatan pengelolaan, sarana dan prasarana, peningkatan ekonomi, penataan batas darat dan pemberian perhatian yang lebih besar kepada daerah perbatasan sebagai ”veranda depan” negara dan pintu gerbang internasional, serta pengembangan daerah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara serasi dan bersama melalui pendayagunaan Iptek dan peningkatan kualitas SDM”.

Melalui hasil penelitian dan pengkajian yang diuraikan dari peninjauan aspek Asta Gatra maka perlu adanya perhatian khusus melalui strategi pembenahan dan pendayagunaan guna penyelesaian permasalahan di wilayah perbatasan darat RI-PNG di Provinsi Papua, yaitu : peningkatan sarana prasarana, meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan ekonomi masyarakat, mengatur kembali peraturan perundang-undangan, dan menerapkan Iptek.

Guna tercapainya strategi tersebut perlu ada upaya yang harus didukung oleh seluruh elemen bangsa termasuk masyarakat Papua sendiri untuk ikut andil dalam menyelenggarakan kebijakan pembenahan dan pendayagunaan wilayah perbatasan darat di Papua.

Dari hasil kajian pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan darat di Papua diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Daerah di daerah perbatasan RI-PNG merupakan daerah yang memiliki peran penting dan sebagai potret bangsa Indonesia di kawasan Timur Indonesia. Potret tersebut menggambarkan tingkat kemakmuran bangsa Indonesia khususnya di daerah Papua dan juga menggambarkan kondisi yang sebenarnya tentang; keterisolasian daerah, sulitnya mendapat akses keluar, tingkat ekonomi masyarakat yang miskin, kualitas SDM yang rendah dan banyaknya pelanggaran hukum sampai ancaman terhadap kedaulatan NKRI.

2. Pembinaan daerah perbatasan RI-PNG selama ini ditangani oleh berbagai instansi yang berbeda yang dalam pelaksanaannya belum terkoordinasikan secara optimal, sehingga memungkinkan adanya kesenjangan pembinaan khususnya dibidang kesejahteraan dan bidang pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu, pembinaan daerah perbatasan harus segera dilakukan melalui kebijakan yang dapat diterapkan melalui pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan. Pelaksanaannya juga harus dilakukan satu instansi yang dapat melaksanakan tugas secara terus menerus dengan melakukan koordinasi lintas sektoral secara intensif.

3. Pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan darat Papua harus menggunakan suatu pola atau kerangka penanganan daerah perbatasan yang menyeluruh (holistic). Meliputi berbagai sektor kegiatan pembangunan yang terkoordinasikan melalui kerja sama yang efektif mulai dari pemerintah pusat sampai ketingkat kabupaten/kota. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro. Disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah. Adapun jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis sampai dengan operasional.

Untuk mewujudkan dan mengaplikasikan konsep pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan darat RI-PNG perlu beberapa saran, sebagai berikut :

1. Pembenahan suprastruktur dan infrastruktur melalui pembinaan daerah perbatasan dengan lebih menitikberatkan pada penyelesaian pembangunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang merupakan acuan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah perbatasan darat di Papua dan penyelesaian pembangunan jalan tembus dari Kota Jayapura di sebelah Utara sampai Kabupaten Merauke di sebelah Selatan (yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat di perbatasan darat Papua).

2. Perlu segera menyelesaikan pembangunan infrastruktur pendidikan, kesehatan, untuk meningkatkan kualitas SDM.

3. Perlu segera realisasi nyata suatu Badan/Lembaga di tingkat nasional sesuai amanat UU Wilayah Negara yang menangani permasalahan daerah perbatasan secara terpadu. Tujuannya untuk mempercepat pembangunan dan menyelesaikan segala bentuk persoalan yang terjadi di daerah perbatasan darat Papua baik masalah kesejahteraan maupun masalah pertahanan dan keamanan.

Perjanjian di Daerah Perbatasan Negara Jerman

Tahun 1985, ketika negara-negara Beneluks, Jerman dan Perancis menandatangani perjanjian Schengen pertama, tidak sedikit politisi dan media yang mencurigai rencana penghapusan kontrol di perbatasan antar negara anggota. Mereka menilainya lebih sebagai resiko daripada peluang. Kehebohan juga terjadi di Jerman, ketika tetangganya di Timur, Polandia dan Ceko masuk dalam zona Schengen, Desember 2007. Perbedaan tingkat kesejahteraan diramalkan memicu persoalan keamanan dan naiknya angka kriminalitas di wilayah perbatasan.

Fakta yang berbeda ditunjukkan oleh Brandenburg, negara bagian Jerman yang bersebelahan dengan Polandia. Statistik tahun 2008 menunjukkan, angka kriminalitas turun 12% lebih dibanding tahun sebelumnya, ketika Polandia belum masuk wilayah Schengen. Persoalannya bukan terletak pada penghapusan pos pengawas perbatasan, kata Jurubicara Kementrian Dalam Negeri Jerman, Markus Beyer. "Penghapusan pos perbatasan tidak berarti polisi secara umum ditarik mundur. Itu juga bukan tindakan tepat menghadapi situasi saat ini. Jerman berada di tengah-tengah Eropa dan menjadi tujuan liburan para kriminil, dan mereka dikuntit juga oleh polisi jerman lewat apa yang disebut kontrol di pedalaman dan pelacakan khusus."

Perjanjian Schengen memungkinkan kerjasama polisi lintas perbatasan antar negara anggota, misalnya saling tukar data pelaku kejahatan. Markus Beyer menyebut Schengen sebagai prestasi terbesar Eropa yang tidak berdampak negatif di segi keamanan, juga bagi Jerman.

Beberapa tahun lalu, perusahaan-perusahaan yang aktif di daerah perbatasan Jerman-Polandia, masih mengkuatirkan perluasan zona Schengen ke Timur. Tapi kini, resiko keamanan tidak lagi dikaitkan dengan lokasi, kata Siegfried Behrendt, konsultan ekonomi di Brandenburg."Tidak besar di kawasan industri. Kami kebanyakan menghadapi kejahatan ringan khas daerah perbatasan, terutama pencurian mobil. Tapi polisi bertindak tepat dalam penanganannya", jelasnya.

Perjanjian Schengen juga menguatkan kerjasama peradilan antar negara anggota. Misalnya deportasi lebih cepat terhadap tersangka pelaku kejahatan. Jerman juga dimudahkan dalam menangani orang yang memasuki wilayahnya secara ilegal. Apa yang disebut perjanjian pengembalian memungkinkan Jerman untuk memindahkan pelaku ke negara Schengen yang berbatasan langsung dengan negara asalnya.

Sebetulnya kurang tepat jika Schengen dibatasi hanya pada aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan. Perjanjian ini diutamakan untuk perluasaan gerak dan rangsangan bagi perdagangan regional. Dari segi ekonomi makro, Jerman juga bisa menarik banyak keuntungan dari perjanjian Schengen. "Saya kira Jerman jadi pemenang dalam proses Schengen. Alasannya banyak. Tingkat ekspor Jerman tinggi. Dan peningkatan daya beli di Eropa timur berarti penambahan pasar baru bagi kita. Jerman kekurangan tenaga ahli. Keleluasan ruang gerak dan terbukanya pasar kerja yang dihasilkan perjanjian Schengen memungkinkan perusahaan Jerman untuk mendapatkan tenaga ahli, termasuk dari Eropa Timur."

Persoalan Perbatasan Negara India - China

China dan India, yang terlibat dalam perang tahun 1962 atas isu perbatasan antara kedua negara, memulai pembicaraan intensif selama dua hari di New Delhi mengenai isu perbatasan mereka yang belum tuntas. Sebelumnya, pembicaraan serupa telah dilakukan sebanyak 12 putaran.

Keduanya juga dijadwalkan akan membahas tentang kerjasama yang ditandai oleh adanya kesamaan posisi dalam pembicaraan mengenai perubahan iklim dan perdagangan global.

Namun, ketidakpercayaan masa lalu sejak perang 1962 dan perselisihan dalam beberapa bulan terakhir atas apa yang dikatakan New Delhi interferensi China dalam isu-isu strategis India dapat membayangi pembicaraan tersebut.

Pada hari Jumat Penasihat Negara China, Dai Bingguo, sebelum dimulainya pembicaraan dengan Penasihat Kemanan Nasional India, M.K. Narayanan, mengekspresikan optimismenya atas hasil pembicaraan mereka. Meskipun belum diketahui pasti apakah diskusi akan mencapai sebuah terobosan besar.

Sejak perang tahun 1962, meskipun kerjasama antara dua kekuatan nuklir ini telah meningkat di bidang perdagangan, ekonomi, dan pertahanan, New Delhi mencemaskan klaim China atas Arunachal Pradesh di timur laut India.

“Terlepas dari naik turunnya hubungan dan sengketa perbatasan China-India, kedua negara memiliki tanggung jawab historis yang sama untuk memajukan perekonomiannya,” ujar Zhang Yan, duta besar China untuk India.

Sementara itu, media The Press Trust India mengklaim pembicaraan akan, untuk pertama kalinya, mencakup semua hal di luar isu perbatasan.

India dan China kini memandang satu sama lain sebagai tetangga baik sekaligus rival masa depan. Perusahaan-perusahaan keduanya berbagi pasar ekspor dan keduanya juga sedang memodernisasi kekuatan militer masing-masing.

India telah mengajukan sejumlah kasus antidumping melawan China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). China telah menyatakan keberatannya atas program pinjaman sebesar $60 juta dari Bank Pembangunan Asia (ADB) yang mencakup proyek pengendalian banjir di negara bagian Arunachal Pradesh, India, yang diklaim Beijing termasuk dalam wilayah negaranya.

Pemerintah India mengatakan China juga berusaha menghadang upayanya untuk meminta PBB menyatakan pemimpin militan di Pakistan sebagai seorang teroris, dan menentang kesepakatan nuklir antara India dan AS tahun lalu.

India dan China terlibat dalam perang singkat tahun 1962. India kalah dalam perang itu, namun sengketa perbatasan dengan China terus berlanjut. Selain wilayah Arunachal Pradesh, kedua negara juga berselisih mengenai bagian perbatasan dengan wilayah otonom Tibet China.

Tak ada tanda-tanda salah satu pihak akan mengalah. Pada bulan Juli, sebagai bagian dari perselisihan atas pinjaman ADB, menteri luar negeri India, S.M. Krishna, mengatakan pada parlemen bahwa pemerintah “telah dengan jelas mengungkapkan kepada pihak China bahwa Arunachal Pradesh adalah bagian integral dari India.”

Pada hari Jumat, juru bicara kementerian luar negeri India menolak berkomentar sebelum hasil pembicaraan diputuskan. Kementerian luar negeri China juga tidak menawarkan detail apapun mengenai pembicaraan itu.

Sumber friksi terus berlanjut di luar perselisihan wilayah. India terus memandang curiga hubungan strategis China dengan Pakistan, rivalnya, termasuk kesepakatan mereka baru-baru ini untuk membangun reaktor nuklir dan pesawat tempur jet. China, sementara itu, telah mengamati peningkatan hubungan antara India dengan AS, termasuk sebuah kesepakatan nuklir sipil yang telah membentuk batu landasan bagi sebuah kerjasama strategis baru dan kerjasaman pertahanan yang lebih erat dengan satu-satunya negara superpower itu.

Brajesh Mishra, mantan penasihat keamanan nasional India dan peserta dalam pembicaraan perbatasan di masa lalu, yakin kesepakatan nuklir AS telah menjadi sumber permusuhan dengan China. Ia menyatakan bahwa India perlu memupuk hubungan dekat dengan negara-negara lain untuk menangkal serangan dari China di masa depan.

“China harus tahu bahwa jika mereka membangun sesuatu di perbatasan akan ada reaksi cepat melebihi apa yang terjadi di tahun 1962,” ujarnya.